Minggu, 06 Oktober 2013

JENIS-JENIS PARAGRAF

JENIS-JENIS PARAGRAF BERDASARKAN LETAK KALIMAT TOPIK

1. Paragraf deduktif
Paragraf Deduktif adalah Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas.

2. Paragraf Induktif
Paragraf Induktif adalah Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik.

Contoh: Sepanjang hari hujan turun dengan lebatnya. Air sungai mulai meluap. Di mana-mana terjadi banjir bahkan banyak pohon yang roboh dan tumbang. Rupanya musim hujan sudah mulai tiba.

3. Paragraf Campuran
Paragraf Campuran adalah Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri dengan kalimat topik. Kalimat topik yang ada pada akhir paragraf merupakan penegasan dari awal paragraf.

Contoh: Buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Dengan buku orang bisa mengetahui ilmu dari berbagai belahan dunia. Dari buku pula kita bisa mendapat hiburan dan menambah pengalaman. Jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.

4. Paragraf Deskriptif/Naratif/Menyebar
Paragraf Deskriptif/Naratif/Menyebar adalah Paragraf yang tidak memiliki kalimat utama. Pikiran utamanya menyebar pada seluruh paragraf atau tersirat pada kalimat-kalimat penjelas.

Contoh: Matahari belum tinggi benar. Embun masih tampak berkilauan. Warna bunga menjadi sangat indah diterpa sinar matahari. Tampak kupu-kupu dengan berbagai warna terbang dari bunga yang satu ke bunga yang lain. Angin pun semilir terasa menyejukkan hati. 

KOMPENEN CTL (Contextual Teaching and Learning)

KOMPENEN CTL (Contextual Teaching and Learning)
1.   Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Dalam konstruktivisme pengetahuan siswa dibangun secara bertahap dan hasil yang diperoleh melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan yang diperoleh tidak hanya seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil dan diingat belaka, melainkan siswa harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan tersebut barulah kemudian memberi makna melalui pengalaman yang nyata.
2.   Inquiry (menemukan sendiri)
Inquiry merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diperoleh dengan cara menemukan sendiri. Oleh sebab itu proses pembelajaran yang dirancang guru harus berbentuk kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Langkah-langkah pembelajarannya dimulai dengan merumuskan masalah, mengamati, menganalisis, dan mengkomunikasikan.
3.   Questioning (bertanya)
Questioning merupakan strategi yang utama dalam pendekatan kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru yntuk mendorong, membeimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa.
4.   Learning community (masyarakat belajar)
Learning community merupakan salah satu teknik dalam pendekatan kontekstual. Dengan tekhnik ini pembelajaran diperolah dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui shering antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Kegiatan ini akan terjadi bila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya dan tidak ada pihak yang menganggap dirinya yang paling tahu. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
5.   Modeling (pemodelan)
Maksud dari pemodelan adalah pembelajaran dilakukan dengan menampilkan model yang bisa dilahat, dirasa dan bahkan bisa ditiru oleh siswa. Dalam praktiknya guru bukan merupakan satu-satunya model. Karena model yang disampaikan akan menjadi standar kompetensi yang akan dicapai, maka jika guru tidak mampu menjadi model jangan sekali-kali memaksakan diri. Guru dapat mendatangkan model dari luar. Model tersebut bisa dari siswa yang dianggap mampu, atau para pakar ke dalam kelas.
6.   Reflection ( refleksi)
Reflection adalah cara berfikir tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian , aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Tujuan dari kegiatan refleksi ini adalah untuk melihat sudah sejauh mana pengetahuan yang dibangun sebelumnya dapat mengendap di benak siswa. Oleh sebab itu kegiatan refleksi ini harus selalu dilakukan sebelum guru mengakhiri proses pembelajaran untuk setiap kali pertemuannya.
7.   Authentic Assessment (penilan yang sebenarnya)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kegiatan ini perlu dilakukan guru untuk mengetahui dan memastikan bahwa siswa telah mengalami proses pembelajaran dengan benar. Dan apabila dari hasil assessment ini diketahui siswa mengalami kesuliatan dalam menguasai kompetensi, maka guru harus segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa dapat menguasai kompetensi yang telah ditetapkan.


sumber: dikutip dari berbagai sumber

Sabtu, 05 Oktober 2013

Pedoman penulisan dalam bahasa indonesia

1.    Pedoman yang dipakai sebagai acuan pada saat menyusun buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia berdasarkan Kurikulum 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22/2006 tentang Standar Isi.
·         Kesesuaian antara Materi dan Waktu yang Tersedia
Pilihan atas buku teks pelajaran, sebaiknya, adalah teknis pelaksanaan di kelas. Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk mengajarkan materi tersebut. Jadi, harus dipertimbangkan pembagian jam pelajaran dengan materi yang akan disampaikan.
·         Masalah Membaca Cepat dan Membaca Memindai
Kemahiran membaca cepat (skimming) dan memindai (scanning) merupakan suatu kemahiran yang seharusnya terus dilatih dari satuan pendidikan SD hingga SMA. Seharusnya, kemahiran itu dapat diterapkan pada semua kegiatan membaca dari pelajaran pertama hingga pelajaran terakhir. Selain itu, kedua kemahiran itu selalu dapat diterapkan pada bacaan sastra maupun nonsastra.
·         Bahan Bacaan
Dalam setiap buku teks pelajaran bahasa Indonesia, ada kutipan bacaan. Jika diperhatikan dengan cermat, bacaan untuk siswa SD kelas 5 dan 6 dengan bacaan untuk siswa tingkat pendidikan SMP dan SMA tingkat kesulitannya sudah sama. Oleh karena itu, pada saat membuat buku, hendaknya guru memperhatikan tingkat perbedaan jumlah kata, pilihan kata, dsb.
·         Penyajian Materi Bahasa dan Sastra
Dalam setiap buku teks pelajaran bahasa Indonesia, materi kebahasaan dan materi kesastraan harus disajikan terpadu dan secara porposional. Artinya, harus seimbang. Kegiatan bersastra, pada dasarnya, merupakan kegiatan berbahasa. Jadi, membaca memindai dan membaca cepat dapat diterapkan pada saat membaca karya sastra.
·         Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar

Hal yang perlu diperhatikan oleh guru pada saat membuat buku teks pelajaran adalah panjang wacana bagi setiap tingkat pendidikan. Dalam membuat buku teks pelajaran, ada sebuah aspek yang perlu diperhatikan, yakni masalah keterbacaan. Keterbacaan adalah tingkat kemudahan suatu tulisan untuk dipahami maksudnya. Tingkat keterbacaan yang tinggi akan menambah kemampuan pembacanya dalam hal pemahaman, pembelajaran, penerimaan informasi, kemampuan mengingat, kecepatan membaca.

Senin, 07 November 2011

3 unsur dalam Hasil Belajar (Kognitif, Afektif, Psikomotor)

 
Davies, Jarolimek dan Foster (dalam Dimyati dkk, 1994:187) mengemukakan bahwa ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Sudjana (2008:22) menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kulikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Arikunto (2003:117) mengemukakan juga bahwa ada 3 ranah atau domain besar, yang terletak pada tingakatan ke-2 yang selanjutnya disebut taksonomi yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affektive domain), dan ranah psikomotor (psycomotor domain).
Dalam sumber yang sama, Arikunto (2003:137) menjabarkan kata operasional dalam tiga ranah atau domain besar sebagai berikut:


a.       Cognitive domain
1) Pengetahuan (knowledge)
-         Mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan (states), mereproduksi.
2) Pemahaman (comprehension)
-         Mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan.
3) Aplikasi
-         Mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, memanipulasikan, memodifikasikan, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
4) Analisis
-         Memerinci, menyusun diagram, mebedakan, mengidentifikasikan, mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, meisahkan, membagi (subdivides)
5) Sintesis
-         Mengategorikan, mengombinasikan, mengarang, menciptakan, membuat desain, menjelaskan, memodifikasikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur kembali, merekonstruksikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi, menuliskan kembali, menuliskan, menceritakan.
6) Evaluasi
-         Menilai membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, membantu (supports)

b.      Affective domain
1) Receiving
-         Menanyakan, memilih, mendeskripsikan, mengikuti, memberikan ,mengidentifikasikan, menyebutkan, menunjukkkan, memilih, menjawab.
2) Responding
-         Menjawab, membantu, mendiskusikan, menghormat, berbuat, melakukan, membaca, memberikan, menghafal, melaporkan, memilih, menceritakan, menulis.
3) Valuing
-         ­Melengkapi, menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti, membentuk, mengudang, menggabungkan, mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, bekerjasama, mengambil bagian (share), mempelajari.
4) Organization
-         ­Mengubah, mengatur menggabungkan, membandingkan, melengkapi, mempertahankan, menerangkan, menggeneralisasikan, mengidentifikasikan, mengitegrasikan, memodifikasikan, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan, mensintesiskan.
5) Characterization by value or value complex
-         Membedakan, menerapkan, mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasikan, mempertunjukkan, menanyakan, merevisi, melayani, memecahkan, menggunakan.

c.       Psycomotor domain
1) Muscular or motor skills
-         Mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, (pekerjaan tangan), melompat, menggerakkan, menampilkan.
2) Manipulations of material or objects
-         ­mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
3) Neuromuscular coordination
-         Mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, menggunakan.

Bloom (dalam Dimyati, dkk, 1994:188) mengemukakan bahwa taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif terdapat 6 (enam) kelas/ tingkat, yakni:
1.      Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari.
2.      Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari ranah kognitif berupa kemampuan memahami/ mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya.
3.      Penggunaan/ penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret dan / situasi baru.
4.      Analisis, merupakan kempuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok.
5.      Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru.
6.      Evaluasi, merupakan kempuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu.

Krawohl, Bloom, dan Masia (dalam Dimyati dkk, 1994: 191) mengemukakan bahwa taksonomi tujuan ranah afektif sebagai berikut:
1.      Menerima, merupakan tingkat terendah ranah afektif berupa perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif.
2.      Merespons, merupakan kesempatan untuk menanggapi stimulan dan merasa terikat secara aktif memperhatikan.
3.      Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespons lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi.
4.      Mengorganisasikan, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya.
5.      Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan masing-masing nilai pada waktu merespons, dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.

Kibler, Barket, dan Miles (dalam Dimyati dkk, 1994:193) mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik sebagai berikut:
1.      Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang menekankan kepada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan tubuh yang mencolok.
2.      Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, merupakan keterampilan yang berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan, biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan.
3.      Perangkat komunikasi nonverbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata.
4.      Kemampuan berbicara, merupakan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar seluruh kecakapan yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar dan pengamatan guru.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan ranah afektif dan kognitif saja. Karena dalam mata pelajaran sejarah, ranah psikomotorik tidak begitu menonjol, sehingga sulit untuk diamati.

Rabu, 02 November 2011

Jenis-Jenis Pembelajaran Kooperatif

 Nurhadi, (2004:64) menyebutkan ada 4 model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.    STAD (Student Teams Achievement Divisisons), merupakan pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas John Hopkins. Model ini menekankan kerja sama antar sesama anggota kelompok untuk mencapai ketuntasan belajar, serta setiap minggu atau setiap dua minggu dilakukan evaluasi dan pemberian skor.
2.    JIGSAW, merupakan pembelajaan kooperatif yang terdiri dari kelompok pakar (expert group) dan kelompok awal (home teams), dimana setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian akademik dari semua bahan akademik yang disodorkan guru.
3.    GI (Group Investigation, merupakan pembelajaran kooperatif dimana siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk pembelajaran secara investigasi. Metode ini menuntut para siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.
4.    Metode Struktural, model ini menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Model struktural dibedakan menjadi dua, antara lain:
a)    Think-Pair-Share, merupakan suatu pembelajaran kooperatif yang memberikan kepada siswa waktu untuk berfikir dan merespon. Hal ini menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam merespon pertanyaan serta menumbuhkan sikap saling membantu satu sama lain. Ada tiga langkah dalam model ini, antra lain : berfikir (think), berpasangan (pair), dan berbagi (share).
Numbered Head Together, model ini merupakan pembelajaran kooperatif yang melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Terdapat 4 langkah dalam model ini, yaitu : penomoran, pengajuan pertanyaan, berfikir bersama, dan pemberian jawaban.

Jumat, 28 Oktober 2011

Gaya Belajar


salah satu Kegiatan pra belajar yang harus kita perhatikan gaya belajar masing-masing dari kita, ini sesuatu yang penting dan cukup vital karena akan mempengaruhi percepatan/ laju belajar kita.
Setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda meskipun ada yg sama itupun tidak 100% sama, pasti memiliki unsur yang tidak sama.
Umumnya dalam diri manusia ada 3 macam gaya belajar, yaitu:

A.     Gaya belajar Visual ( penglihatan )
Gaya belajar visual merupakan salah satu gaya belajar yang cenderung kepada kemampuan penglihatan (visual) dalam belajar, dalam artian  seseorang yang memiliki gaya belajar visual akan cenderung mudah menangkap/ mengerti suatu ilmu dengan melihat atau membaca dari pada sekedar mendengar.

Ciri-ciri gaya belajar visual:
  1. rapi dan teratur
  2. berbicara dengan cepat
  3. perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
  4. teliti terhadap detail
  5. mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
  6. pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
  7. mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar
  8. mengingat dengan asosiasi visual
  9.  biasanya tidak terganggu oleh keributan
  10. mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal, kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya
  11. pembaca cepat dan tekun
  12. lebih suka membaca daripada dibacakan
  13. membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek
  14. mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat
  15. lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
  16. sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak
  17. lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
  18. lebih suka seni daripada musik
  19. seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata
  20. kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan

B.    Auditorial ( pendengaran )
Gaya belajar Auditorial mengandalkan pendengaran dalam proses belajarnya, seseorang yang memiliki gaya belajar auditori akan lebih cepat mengerti  dengan diskusi verbal dan mendengarkan orang lain dari pada membaca.
Ciri-ciri gaya belajar auditori
  1. berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
  2. mudah terganggu oleh keributan
  3. menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan buku ketika membaca
  4. sering membaca dengan keras dan mendengarkan
  5. dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama dan warna suara
  6. merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
  7. berbicara dalam irama yang terpola
  8. biasanya pembicara yang fasih
  9.  lebih suka musik daripada seni
  10.  belajar dengan cara mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat
  11. suka berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar
  12. mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain
  13. lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
  14. lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

C.    Kinestetik/Kinestesia ( Perabaan/Gerakan )
Seseorang yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Seseorang  seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Orang yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik:
  1.  berbicara dengan perlahan
  2. menanggapi perhatian fisik
  3. menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
  4. berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
  5. selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
  6. mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
  7. belajar melalui memanipulasi dan praktik
  8. menghapal dengan cara berjalan dan melihat
  9. menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
  10. banyak menggunakan isyarat tubuh
  11. tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama
  12. tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang tidak pernah berada di tempat itu
  13. menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
  14. menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
  15. kemungkinan tulisannya jelek
  16. ingin melakukan segala sesuatu
  17. menyukai permainan yang menyibukkan

Pada umunya orang jarang menggunakan hanya satu gaya belajar. Jarang ada orang yang hanya belajar hanya secara visual, atau hanya secara auditorial, atau hanya secara kinestetik. Biasanya akan ada kombinasi antara visual,dan auditori atau auditori dan kinestetik atau bahkan kombinasi antara ketiga gaya belajar ini. Tapi tiap orang memiliki salah satu gaya belajar yang menonjol diantara ketiganya.

Sumber: dikutip dari berbagai sumber online dan buku

Minggu, 23 Oktober 2011

Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang melatar belakangi sebuah tindakan. Motivasi Belajar akan muncul jika terdapat daya dorong yang cukup untuk bergerak.Dalam Gambar Kincir Motivasi, Motivasi belajar dibagi menjadi dua :
1. Motivasi Eksternal
Motivasi Esternal akan muncul dari Luar dan pemicunya beragam :
a)      Rasa takut dan Hukuman
Motivasi Belajar akan muncul jika ada ketakutan atau hukuman yang mempengaruhi proses belajar, Misalnya :
·        Ketakutan akan tidak lulus ujian/ulangan
·        Takut dimarahi orangtua kalau tidak belajar
·        Takut dihukum guru jika tidak bisa mengerjakan soal, dll
·        Terpaksa belajar demi mempertahankan posisi/jabatan.
b)      Penghargaan dan Pujian
Motivasi Belajar akan muncul jika terdapat penghargaan/pujian yang layak yang melandasi proses belajar, Misalnya :
·        Belajar karena ingin mendapatkan nilai bagus, sehingga dipuji/disanjung oleh teman, guru.
·        Belajar pengetahuan baru karena ingin mendapatkan promosi atau mendapatkan uang lebih banyak
·        Belajar keras karena kalau lulus diberi hadiah oleh orang tua, dll.
c)       Memiliki Kegunaan/nilai Belajar
Suatu pembelajaran harus mempunyai nilai/makna lebih agar menarik minat seseorang untuk belajar, Misalnya :
Belajar Pengetahuan baru (seperti : kursus bahasa asing, kursus Welding Inspector) demi meningkatkan karir atau mendapatkan rupiah (dolar)

b.      2. Motivasi Internal
              Motivasi Internal bersumber dari dalam diri. Lebih mudah bagi seseorang untuk mendapatkan motivasi eksternal dari pada motivasi internal dalam belajar. Diperlukan upaya yang keras dan sungguh-sungguh untuk membuat “api  motivasi” belajar membara. Tetapi, sekali api tersebut menyala, maka akan sulit bagi siapapun untuk memadamkan baranya. Motivasi internal berlandaskan pada Konsep Diri seseorang, yang mencerminkan bagaimana ia memandang dirinya secara ideal (IDEALISASI DIRI), cara pandang dirinya saat ini dan bagaimana ia ingin dipandang oleh orang lain (CITRA DIRI) serta kepuasan/kebanggaan dalam memandang diri sendiri (HARGA DIRI). Ketiga komponen tersebut akan membentuk keyakinan (KONFIDENSI). Konfidensi atau keyakinan pada kemampuan diri sendiri merupakan kunci utama dalam motivasi internal yang berguna untuk Kesuksesan Belajar.
c.                               Seseorang yang yakin pada dirinya sendiri akan lebih mudah menerima dan mencerna pembelajaran dari pada seseorang yang tidak “pede”. Karena itu seorang pembelajar sejati harus selalu berpikir positif dengan menganggap dirinya sebagai seorang yang PINTAR, CERDAS, dan bukan sebaliknya. 

(Sumber: dikutip dari berbagai sumber)

 (